BAB I
PENDAHULUAN
Belajar sebagai proses atau
aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor.
1)
Faktor-faktor
yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi dapat digolongkan
menjadi dua golongan, dengan catatan
bahwa overlapping tetap ada, yaitu:
a.
Faktor-faktor
nonsosial
b.
Faktor-faktor
sosial
2)
Faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dapat lagi digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu:
a.
Faktor-faktor
fisiologis
b.
Faktor-faktor
psikologis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Belajar sebagai
proses atau aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau
faktor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak sekali macamnya,
terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Dan dapat diklasifikasikan
sebagai demikian:
a.
Faktor-faktor
yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi dapat digolongkan
menjadi dua golongan, dengan catatan
bahwa overlapping tetap ada, yaitu:
1.
Faktor-faktor
nonsosial
2.
Faktor-faktor
sosial
b. Faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dapat lagi digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu:
1.
Faktor-faktor
fisiologis
2.
Faktor-faktor
psikologis
1.
Faktor-faktor
Nonsosial Dalam Belajar
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakn juga tak terbilang
jumlahnya, seperti misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi,
siang ataupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai
untuk belajar (seperti alat tulis menulis, buku-buku, alat-alat peraga, dan
sebagainya yang bisa kita sebut alat-alat pelajaran).
Semua faktor-faktor yang telah disebutkan di atas itu, dan juga
faktor-faktor lain yang belum disebutkan harus kita atur sedemikian rupa,
sehingga dapat membantu (menguntungkan) proses/perbuatan belajar secara
maksimal. Letak sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi
syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau
jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah.
Demikian pula alat-alat pelajaran harus seberapa mungkin diusahakan untuk
memenuhi syarat-syarat menurut pertimbangan didaktis, psikologis dan
paedagogis.
2.
Faktor-faktor
Sosial Dalam Belajar
Yang dimaksud faktor-faktor sosial disini adalah faktor manusia
(sesama manusia), baik manusia itu ada maupun kehadirannya itu dapat
disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran yang langsung banyak sekali
faktor yang mengganggu belajar salah satunya kalaun satu kelas murid sedang
mengerjakan ujian, lalu terdengar banyak anak-anak lain bercakap-cakap disamping kelas. Kehadiran tidak
langsung atau dapat disimpulkan
keahdirannya, misalnya saja suara nyanyian yang sedang dihidangkan lewat radio
maupun tape recorder juga dapat merupakan representasi bagi kehadiran sesorang.
Biasanya faktor-faktor tersebut mengganggu konsentrasi, sehingga perhatian
tidak dapat ditunjukkan kepada hal yang dipelajari. Dengan berbagai cara
faktor-faktor tersebut harus diatur, supaya belajar dapat berlangsung dengan
sebaik-baiknya.
3.
Faktor-faktor
Fisiologis Dalam Belajar
Faktor-faktor fisiologis ini masih bisa dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
a)
Tonus
jasmani pada umumnya
b)
Keadaan-fungsi-fungsi
fisiologis tertentu
A.
Keadaan
Tonus Jasmani Pada Umumnya
Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat diaktakan melatar
belakangi aktivitas belajar; keadaan jasmani yang kurang segar; keadaan jasmani
yang lelah lain pengaruhnya daripada yang tidak lelah. Dalam hubungan dengan
hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan .
1)
Nutrisi
harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatakan kurangnya
tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas
lelah dan sebaginya. Terlebih-lebih bagi anak-anak yang masih sangat muda,
pengaruh itu besar sekali. Hasil –hasil penyelidikan Danziger, Paul Lazarsfeld,
Netschareffe, Else Liefmann, S. Holingworth, Baldwin yang dikutip oleh Ch.
Buhler (1950: 105-112) kiranya dapat merupakan ilustrasi yang sangat berharga.
2)
Beberapa
penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu. Penyakit-penyakit seperti
filek, influenza, sakit gigi, batuk dan yang sejenis dengan itu bisanya
diabaikan karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan
pengobatan; akan tetapi dalam kenyataannya penyakit-penyakit semacam ini sangat
mengganggu aktivitas belajar itu.
4.
Faktor-faktor psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah
proses psikologis.Oleh karena itu,semua keadaan dan fungsi psikologis tentu
saja mempengaruhi belajar seseorang,seperti:
a.
Minat
Suatu rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau
aktivitas.
b.
Kecerdasan
c.
Bakat
Kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang perlu dikembangkan dan
perlu dilatih lagi.
d.
Motivasi
Kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu.
e.
Kemampuan
kognitif
Kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk
dikuasai.Karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi dasar bagi
penguasaan ilmu pengetahuan.[1]
B.
Keadaan Fungsi-fungsi Jasmani Tertentu Terutam Fungsi-fungsi
Pancaindera.
Pancaindera dapat dimisalkan sebagai pintu gerbang masuknya
pengaruh ke dalam individu. Orang mengenal dunia sekitarnya dan belajar dengan
menggunakn pancainderanya. Baiknya berfungsi pancaindera merupakan syarat
dapatnya belajr itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem persekolahan dewasa
ini diantara pancaindera itu yang paling
memgang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu adalah
menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga, agar pancaindera anak didiknya
dapat berfungsi dengan baik, baik penjagaan yang bersifat kuratif, maupun yang
bersifat preventif, seperti misalnya, ada pemeriksaan dokter secara periodik,
penyediaan alat pelajaran serta perlengakpan yang memenuhi syarat, dan
penempatan murid-murid secara baik dikelas.
5.
Faktor-faktor
Psikologi Dalam Belajar
Ada perlunya memberikan perhatian khusus kepada salah satu hal,
yaitu hal yang mendorong aktivitas belajar itu, hal yang merupakan alasan
dilakukannya pebuatan belajar itu. Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang
mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagi berikut:
-
Adanya
sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
-
Adanya
sifat yang kreatif yang ada pada manusia
dan keinginan untuk selalu maju
-
Adanya
keinginnan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman
-
Adanya
keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik
dengan koperasi maupun kompetisi
-
Adanya
keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
-
Adanya
ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Maslow
memgemukakan motif-motif untuk belajar itu adalah:
-
Adanya
kebutuhan fisik
-
Adanya
kebutuhan akan ras aman, bebas dari kehawatiran
-
Adanya
kebutuhan akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain
-
Adanya
kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat
-
Sesuai
dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri.
Apa yang telah dikemukakan itu hanyalah sekedar penyebutan sejumlah
kebutuhan-kebutuhan saja, yang tentu saja dapat ditambah lagi;
kebutuhan-kebutuhan tersebut tidaklah lepas satu sama lain, melainkan sebagai
suatu keseluruhan (kompleks) mendorong belajarnya anak. Kompleks
kebutuhan-kebutuhan anak itu sifatnya individual, berbeda dari anak yang satu
ke anak yang lainnya. Pendidik seberapa dapat haruslah berusaha mengenal
kebutuhan yang mana yang terutama dominan pada anak didiknya.
Selanjutnya suatu pendorong yang biasanya besar pengaruhnya dalam
belajarnya anak-anak didik kita ialah cita-cita. Cita-cita merupakan pusat dari
bermacam-macam kebutuhan, artinya kebutuhan-kebutuhan biasanya
disentralisasikan di sekitar cita-cita itu, sehingga dorongan tersebut mampu
memobilisasikan energi psikis untuk belajar. Pada anak-anak yang masih sangat
muda biasanya masih belum benar-benar menyadari cita-citanya yang sebenarnya;
karena itulah mereka perlu dibuatkan tujuan-tujuan sementara yang dekat-sebagi
cita-cita sementara- supaya hal ini merupakan motif pendorong yang cukup kuat
bagi belajarnya anak-anak itu.[2]
C.
HASIL BELAJAR PAI
Salah satu aspek
penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan
pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri
yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu
serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan
pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk
manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli
pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari
berbagai harapan ataupun keinginan manusia. Maka dari itu berdasarkan
definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan
bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman.
Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah
kehidupan itu.
Sedangkan Joe Pack
merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting
or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam
definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran
(instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan
kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang
sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan
dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun
definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan
pengetahuan. Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan
dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertian pengertian
baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang
dimilikinya.
Pengertian pendidikan
dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah
Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib yang
harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang
amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam
hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah istilah itu
sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan
nonformal. Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan
hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan
filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan
maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan
sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.
Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan
Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal,
yaitu Rahmatan Lil ‘Alamin.
Selain itu, sebenarnya
konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan
hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas
kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader
khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur,dinamis, harmonis
dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al-Qur’an. Pendidikan Islam
adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah Rahmatan Lil ‘Alamin,
yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil,
damai, taathukum, dinamis, dan harmonis. Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan
pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh
berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya. Bila
dilihat dari ayat-ayat al-Qur’an ataupun hadits yang mengisyaratkan tujuan
hidup manusia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam
tujuan, termasuk tujuan yang bersifat teleologik itu sebagai berbau mistik
dan takhayul dapat dipahami karena mereka menganut konsep konsep ontologi
positivistik yang mendasar kebenaran hanya kepada empiris sensual, yakni
sesuatu yang teramati dan terukur. Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang
definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu; a) mendidik peserta didik
untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; b) mendidik
peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga
pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam
memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran
Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang pengetahuan Islam.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian
yang telah penulis kemukakan dari beberapa pendapat para tokoh pendidikian
Islam bahwa pendidikan pada dasarnya memiliki beberapa tujuan. Tujuan yang terpenting
adalah pembentukan akhlak objek didikan sehingga semua tujuan pendidikan dapat dicapai
dengan landasan moral dan etika Islam, yang tentunya memiliki tujuan
kemashlahatan didalam mencapai tujuan tersebut. Mengenai mekanisme
pelaksanaanya, hal ini tentunya memerlukan kajian yang lebih mendalam sehingga
nantinya implementasi dari teori tersebutdapat dipertanggungjawabkan dan
dipandang relevan dengan kondisi yang terikat dengan faktor-faktor tertentu.[3]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ada perlunya memberikan perhatian khusus kepada salah satu hal,
yaitu hal yang mendorong aktivitas belajar itu, hal yang merupakan alasan
dilakukannya pebuatan belajar itu. Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang
mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagi berikut:
-
Adanya
sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
-
Adanya
sifat yang kreatif yang ada pada manusia
dan keinginan untuk selalu maju
-
Adanya
keinginnan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman
-
Adanya
keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik
dengan koperasi maupun kompetisi
-
Adanya
keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
-
Adanya
ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
DAFTAR PUSTAKA
·
Djamarah,Syaiful
Bahri.2008.Psikologi Belajar.Jakarta:PT Rineka Cipta.
·
Suryabrata,
Sumadi.2006.Psikologi Pendidikan.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada