- See more at: http://blog.ahmadrifai.net/2012/03/cara-membuat-efek-salju-di-blog.html#sthash.rt15MEeW.dpuf

Jumat, 19 Juli 2013

makalah psikologi belajar


BAB I
PENDAHULUAN
Belajar sebagai proses atau aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor.
1)      Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi dapat digolongkan menjadi dua golongan, dengan catatan  bahwa overlapping tetap ada, yaitu:
a.       Faktor-faktor nonsosial
b.      Faktor-faktor sosial
2)      Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
a.       Faktor-faktor fisiologis
b.      Faktor-faktor psikologis


BAB II
PEMBAHASAN
A.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Belajar sebagai proses atau aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak sekali macamnya, terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Dan dapat diklasifikasikan sebagai demikian:
a.       Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi dapat digolongkan menjadi dua golongan, dengan catatan  bahwa overlapping tetap ada, yaitu:
1.      Faktor-faktor nonsosial
2.      Faktor-faktor sosial
b. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.      Faktor-faktor fisiologis
2.      Faktor-faktor psikologis
1.      Faktor-faktor Nonsosial Dalam Belajar
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakn juga tak terbilang jumlahnya, seperti misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang ataupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (seperti alat tulis menulis, buku-buku, alat-alat peraga, dan sebagainya yang bisa kita sebut alat-alat pelajaran).
Semua faktor-faktor yang telah disebutkan di atas itu, dan juga faktor-faktor lain yang belum disebutkan harus kita atur sedemikian rupa, sehingga dapat membantu (menguntungkan) proses/perbuatan belajar secara maksimal. Letak sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan  sekolah. Demikian pula alat-alat pelajaran harus seberapa mungkin diusahakan untuk memenuhi syarat-syarat menurut pertimbangan didaktis, psikologis dan paedagogis.
2.      Faktor-faktor Sosial Dalam Belajar
Yang dimaksud faktor-faktor sosial disini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran yang langsung banyak sekali faktor yang mengganggu belajar salah satunya kalaun satu kelas murid sedang mengerjakan ujian, lalu terdengar banyak anak-anak lain bercakap-cakap  disamping kelas. Kehadiran tidak langsung  atau dapat disimpulkan keahdirannya, misalnya saja suara nyanyian yang sedang dihidangkan lewat radio maupun tape recorder juga dapat merupakan representasi bagi kehadiran sesorang. Biasanya faktor-faktor tersebut mengganggu konsentrasi, sehingga perhatian tidak dapat ditunjukkan kepada hal yang dipelajari. Dengan berbagai cara faktor-faktor tersebut harus diatur, supaya belajar dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.
3.      Faktor-faktor Fisiologis Dalam Belajar
Faktor-faktor fisiologis ini masih bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a)      Tonus jasmani pada umumnya
b)      Keadaan-fungsi-fungsi fisiologis tertentu
A.     Keadaan Tonus Jasmani Pada Umumnya
Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat diaktakan melatar belakangi aktivitas belajar; keadaan jasmani yang kurang segar; keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya daripada yang tidak lelah. Dalam hubungan dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan .
1)      Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatakan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah dan sebaginya. Terlebih-lebih bagi anak-anak yang masih sangat muda, pengaruh itu besar sekali. Hasil –hasil penyelidikan Danziger, Paul Lazarsfeld, Netschareffe, Else Liefmann, S. Holingworth, Baldwin yang dikutip oleh Ch. Buhler (1950: 105-112) kiranya dapat merupakan ilustrasi yang sangat berharga.
2)      Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu. Penyakit-penyakit seperti filek, influenza, sakit gigi, batuk dan yang sejenis dengan itu bisanya diabaikan karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan; akan tetapi dalam kenyataannya penyakit-penyakit semacam ini sangat mengganggu aktivitas belajar itu.
4.      Faktor-faktor psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis.Oleh karena itu,semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang,seperti:
a.       Minat
Suatu rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktivitas.
b.      Kecerdasan
c.       Bakat
Kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang perlu dikembangkan dan perlu dilatih lagi.
d.      Motivasi
Kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
e.       Kemampuan kognitif
Kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk dikuasai.Karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan.[1]
B.     Keadaan Fungsi-fungsi Jasmani Tertentu Terutam Fungsi-fungsi Pancaindera.
Pancaindera dapat dimisalkan sebagai pintu gerbang masuknya pengaruh ke dalam individu. Orang mengenal dunia sekitarnya dan belajar dengan menggunakn pancainderanya. Baiknya berfungsi pancaindera merupakan syarat dapatnya belajr itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem persekolahan dewasa ini diantara pancaindera itu yang  paling memgang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga, agar pancaindera anak didiknya dapat berfungsi dengan baik, baik penjagaan yang bersifat kuratif, maupun yang bersifat preventif, seperti misalnya, ada pemeriksaan dokter secara periodik, penyediaan alat pelajaran serta perlengakpan yang memenuhi syarat, dan penempatan murid-murid secara baik dikelas.
5.      Faktor-faktor Psikologi Dalam Belajar
Ada perlunya memberikan perhatian khusus kepada salah satu hal, yaitu hal yang mendorong aktivitas belajar itu, hal yang merupakan alasan dilakukannya pebuatan belajar itu. Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagi berikut:
-         Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
-         Adanya sifat yang kreatif yang ada pada  manusia dan keinginan untuk selalu maju
-         Adanya keinginnan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman
-         Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun  kompetisi
-         Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
-         Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.


Maslow memgemukakan motif-motif untuk belajar itu adalah:
-         Adanya kebutuhan fisik
-         Adanya kebutuhan akan ras aman, bebas dari kehawatiran
-         Adanya kebutuhan akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain
-         Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat
-         Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri.
Apa yang telah dikemukakan itu hanyalah sekedar penyebutan sejumlah kebutuhan-kebutuhan saja, yang tentu saja dapat ditambah lagi; kebutuhan-kebutuhan tersebut tidaklah lepas satu sama lain, melainkan sebagai suatu keseluruhan (kompleks) mendorong belajarnya anak. Kompleks kebutuhan-kebutuhan anak itu sifatnya individual, berbeda dari anak yang satu ke anak yang lainnya. Pendidik seberapa dapat haruslah berusaha mengenal kebutuhan yang mana yang terutama dominan pada anak didiknya.
Selanjutnya suatu pendorong yang biasanya besar pengaruhnya dalam belajarnya anak-anak didik kita ialah cita-cita. Cita-cita merupakan pusat dari bermacam-macam kebutuhan, artinya kebutuhan-kebutuhan biasanya disentralisasikan di sekitar cita-cita itu, sehingga dorongan tersebut mampu memobilisasikan energi psikis untuk belajar. Pada anak-anak yang masih sangat muda biasanya masih belum benar-benar menyadari cita-citanya yang sebenarnya; karena itulah mereka perlu dibuatkan tujuan-tujuan sementara yang dekat-sebagi cita-cita sementara- supaya hal ini merupakan motif pendorong yang cukup kuat bagi belajarnya anak-anak itu.[2]
C.     HASIL BELAJAR PAI
HAKIKAT HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 
Definisi belajar banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi pendidikan. Mereka memberikandefinisi belajar yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Gagnemendefinisikan belajar sebagai hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungannya (Gagne& Driscoll, 1989 :21). Gagne (dalam Bigge, 1982 :141) mendefinisikan belajar sebagai perubahan dalam perilaku dan keterampilan manusia yang dapat dipakai, dan bukan dianggap berasal dari proses pertumbuhan. Gagne memandang belajar sebagai proses perubahan perilakuakibat pengalaman yang dialaminya.Perubahan perilaku tersebut meliputi: (1) informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa lisan maupun tertulis. (2) keterampilanintelektual, yaitu kemampuan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup sertamempersentasekan konsep dan lambing. Keterampilan intelektual ini terdiri dari diskriminasi jamak,dan konsep konkrit,serta prinsip; (3) strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk menyalurkan dan mengarahkan aktifitas berfikir untuk memecahkan masalah. (4) keterampilanmotorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalm melakukan sesuatusecara terkoordinasi. Sehingga terwujud otomatisasi gerak jasmani; dan (5) sikap, yaitukemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.Kelima kemempuan ini merupakan hasil interaksi antara kondisi internal siswa yang berupa potensi belajar dengan kondisi eksternal yang berupa rangsangan dari lingkungan melalui proseskognitif siswa.Sedangkan hasil belajar didefinisikan oleh Romiszowski (1981 : 63) sebagai output (keluaran)dari suatu sistem pemrosesan input (masukan). Input dapat berupa berbagai informasi sedangkanoutput berupa performance (kinerja). Pengetahuan dikelompokan pada empat kategori yaitu: (1)Fakta, merupakan pengetahuan tentang objek nyata, hubungan dari keyataan, dan informasiverbal dari suatu objek, peristiwa atau manusia. (2) Konsep, merupakan pengetahuan tentangseperangkat objek konkrit atau defenisi. (3) Prosedur, merupakan pengetahuan tentang tindakandemi tindakan yang bersifat linier dalam mencapai suatu tujuan,dan (4) Prinsip, merupakan pernyataan yang mengenai hubungan dari dua konsep atau lebih.Bloom seperti yang dikutip Anita Woolfolk (tth:102) mengklasifikasikan hasil belajar dalam tigaranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif terbagi dalam 6 tingkatanyaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreativitas. Ranah afektif terbagimenjadi 5 tingkatan yaitu penerimaan, penanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan penjatidirian. Ranah psikomotorik terbagi menjadi 4 tingkatan yaitu peniruan, manipulasi,artikulasi, dan pengalamiahan. Sedangkan Anderson telah merevisi ketiga ranah dari Bloomtersebut ke dalam 4 (empat) domain pengetahuan, yakni fakta, konsep, prosedur, dan meta-kognitif. (Anderson, 2001:28)Dalam Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) Pendidikan Agama Islam di sekolahumum, dijelaskan bahwa pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswadalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran, atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormatiagama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin, 2001 : 75)Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yangdilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk 
 
selanjutnya menuju ke tahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilaiagama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkaiterat dengan kognisi, karena penghayatan dan keyakinan siswa akan menjadi kokoh jika dilandasioleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahapanafeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (sebagai tahapan psikomotorik) yang telahdiinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.Dari penjelasan di atas dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam, yaitu :1. Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar yakni suatu kegiatan bimbingan, pembelajaran,atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.2. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan dalam arti ada yang dibimbing,Dibelajarkani, atau dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap ajaran Islam.3. Pendidik atau Guru PAI yang melakukan kegiatan bimbingan, pembelajaran atau latihansecara sadar terhadap peseta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan Agama Islam.4. Kegiatan pembelajaran PAI yang diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam dari peserta didiknya.Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, maka ruang lingkup Pendidikan Agama Islam dibagidalam 5 (lima) unsur pokok berdasarkan kurikulum tahun 1999 hingga sekarang (kurikulum2006), yaitu : Al-Qur¶an, keimanan, akhlak, fiqih dan bimbingan ibadah, serta tarikh/sejarahyang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.Dari 5 unsur pokok tersebut sebaiknya dikembangkan dalam sistem evaluasi pendidikan AgamaIslam karena dengan demikian akan diperoleh kemampuan atau keberhasilan individu dalammengetahui, memahami, mengamalkan ajaran Islam secara tepat.
 
TUJUAN DAN SASARAN PENDIDIKAN ISLAM*
 Disusun Guna Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah Ushul at-Tarbiyyah Yang Diampu OlehSupriyanto Pasir, MA. Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
Oleh Khorirur Rijal Luthfi dan Mohammad Agus Khoirul Wafa
A.

Pendahuluan
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas,individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosialyang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas danfasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan,spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misiyang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuahinvestasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modalyang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipunakan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun statustersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikanBarat yang sekular.Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensidengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslimyang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraihdengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi
 
 pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan paraanak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan dan sasaran pedidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur¶an maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secaraumum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan dan sasaran pendidikan dalam Islam dapatdiaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.
B.

PembahasanB.1. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam
Memang tidak diragukan bahwa ide mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan banyak tertuang dalam ayat-ayat al Qur¶an dan hadits nabi. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat ayatatau hadits hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang prinsip prinsip dasar tersebut, dengan asumsi dasar, seperti dikatakan an Nahlawi bahwa pendidikan sejati atau maha pendidikan itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia dengan segala potensi dankelebihan serta menetapkan hukum hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya,sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut adalahsebagai berikut:[1] 
 Pertama
, Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia inimerupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuhmerupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini benar benar  bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhanapapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan ituterutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman, ³
 Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanumelupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi
...´ (QS. Al Qoshosh: 77). Ayat inimenunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.
 
 Kedua,
Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip keseimbanganmerupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak adakepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani danrohani. Pada banyak ayat al-Qur¶an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara besamaan, secaraimplisit menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al ยตAshr: 1-3,³
 Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal  sholeh.
´ .
 Ketiga,
Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yangmempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukansosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Nabi Muhammad Saw bersabda
³Siapapun di antara seorang laki laki yang mempunyai seorang budak  perempuan, lalu diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudiandimerdekakannya lalu dikawininya, maka (laki laki) itu mendapat dua pahala´
(HR.Bukhori).
 Keempat,
Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di manamanusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapatmenjerumuskandirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan,disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah, ³
 Maka siapa yang bertaubat sesuadah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah menerima taubatnya
....´(QS. Al Maidah: 39).
 Kelima,
Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlahhanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segalakegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan
 
tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkannilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik  bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turutmembentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut. Nabi Saw bersabda, ³
 H 
argailah anak anakmu dan baikkanlah budi pekerti mereka
,´(HR. Nasa¶i).
B.2. Mekanisme Pendidikan Islam
Mengenai mekanisme dalam menjalankan pendidikan Islam Dalam karyanya
Tahdzibul  Akhlak 
, Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa syariat agama memiliki peran penting dalammeluruskan akhlak remaja, yang membiasakan mereka untuk melakukan perbuatan yang baik,sekaligus mempersiapkan diri mereka untuk menerima kearifan, mengupayakan kebajikan danmencapai kebahagiaan melalui berpikir dan penalaran yang akurat. Orang tua memilikikewajiban untuk mendidik mereka agar mentaati syariat ini, agar berbuat baik. Hal ini dapatdijalankan melalui
al 
-
mau¶izhah
(nasehat),
al 
-
dharb
(dipukul) kalau perlu,
al 
-
taubikh
(dihardik),diberi janji yang menyenangkan atau
tahdzir 
(diancam) dengan
al 
-ยต
uqubah
(hukuman).[2] (konsep uqubah dalam Islam)Akan tetapi, Berbeda dengan beberapa pandangan teori di atas, Ibnu Khaldun justru berpandangan sebaliknya. Ia mengatakan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun seharusnyatidak dilakukan dalam dunia pendidikan. Karena dalam pandangan Ibnu Khaldun, penggunaankekerasan dalam pengajaran dapat membahayakan anak didik, apalagi pada anak kecil,kekerasan merupakan bagian dari sifat-sifat buruk. Disamping itu, Ia juga menambahkan bahwa perbuatan yang lahir dari hukuman tidak murni berasal dari keinginan dan kesadaran anak didik.Itu artinya pendidikan dengan metode ini juga sekaligus akan membiasakan seseorang untuk  berbohong dikarenakan takut dengan hukuman.[3] 
B.3. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Islam

Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia. Maka dari itu berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu.
Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan. Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertian pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal. Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat. Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu Rahmatan Lil ‘Alamin.
Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur,dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al-Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah Rahmatan Lil ‘Alamin, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taathukum, dinamis, dan harmonis. Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya. Bila dilihat dari ayat-ayat al-Qur’an ataupun hadits yang mengisyaratkan tujuan hidup manusia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan, termasuk tujuan yang bersifat teleologik itu sebagai berbau mistik dan takhayul dapat dipahami karena mereka menganut konsep konsep ontologi positivistik yang mendasar kebenaran hanya kepada empiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur. Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu; a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang pengetahuan Islam.


Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah penulis kemukakan dari beberapa pendapat para tokoh pendidikian Islam bahwa pendidikan pada dasarnya memiliki beberapa tujuan. Tujuan yang terpenting adalah pembentukan akhlak objek didikan sehingga semua tujuan pendidikan dapat dicapai dengan landasan moral dan etika Islam, yang tentunya memiliki tujuan kemashlahatan didalam mencapai tujuan tersebut. Mengenai mekanisme pelaksanaanya, hal ini tentunya memerlukan kajian yang lebih mendalam sehingga nantinya implementasi dari teori tersebutdapat dipertanggungjawabkan dan dipandang relevan dengan kondisi yang terikat dengan faktor-faktor tertentu.[3]


BAB III
PENUTUP
      Simpulan
Ada perlunya memberikan perhatian khusus kepada salah satu hal, yaitu hal yang mendorong aktivitas belajar itu, hal yang merupakan alasan dilakukannya pebuatan belajar itu. Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagi berikut:
-         Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
-         Adanya sifat yang kreatif yang ada pada  manusia dan keinginan untuk selalu maju
-         Adanya keinginnan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman
-         Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun  kompetisi
-         Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
-         Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.

DAFTAR PUSTAKA
·         Djamarah,Syaiful Bahri.2008.Psikologi Belajar.Jakarta:PT Rineka Cipta.
·         Suryabrata, Sumadi.2006.Psikologi Pendidikan.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada



[1] Drs.Syaiful Bahri Djamarah,Psikologi Belajar(PT.Rineka Cipta,Jakarta,2008).hlm 190-202.
[2] Drs.  Sumadi Suryabrata, B.A., M.A., Ed.S., Ph.D, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 233-238.